Selamat Datang di Blog Revival and Reformation.

Jika Anda memiliki pertanyaan dan/atau tanggapan sehubungan dengan artikel yang di poskan di blog ini, Anda dapat menghubungi kami lewat email: revivalreformation2011@gmail.com, atau lewat no: +6281233149970 supaya kami dapat membuat artikel tanggapan secara lengkap untuk kemudian di poskan di blog ini.

Tuhan memberkati.

Rabu, 22 Juni 2011

Tersembunyi di Dalam Kristus

Ayat Hafalan:  “Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya”  Roma 13:14.

Komentar Pelajaran:
2Kor. 5:4 “Sebab selama masih diam di dalam kemah ini, kita mengeluh oleh beratnya tekanan, karena kita mau mengenakan pakaian yang baru itu tanpa menanggalkan yang lama, supaya yang fana itu ditelan oleh hidup.”  Bisakah kita mengenakan pakaian yang baru tanpa menanggalkan yang lama?  Mari kita lihat versi yang lain dari ayat ini.  “For we that are in this tabernacle do groan, being burdened: not for that we would be unclothed, but clothed upon, that mortality might be swallowed up of life.”  (KJV).  Dalam terjemahan Literal disebutkan:  “Sebab juga, selagi berada di dalam tabernakel ini, kita mengeluh seraya terbebani, karena kita tidak ingin bertelanjang melainkan berpakaian, supaya apa yang bisa mati dapat ditelan oleh hidup.”  (ITL).

Sehubungan dengan pelajaran pada pekan ini, ada beberapa hal yang perlu kita ketahui dari ayat ini adalah:  telanjang dan berpakaian.  Artinya, sesudah telanjang, baru berpakaian.  Mengapa telanjang?  Jawabannya sederhana, karena telah menanggalkan pakaian.  Inilah ide pelajaran pada pekan ini.  Kita punya pakaian, namun harus ditanggalkan, namun itu tidak cukup, karena kita masih telanjang, kita harus memakai pakaian yang baru.

Mari kita lihat ide “menanggalkan” dalam tulisan Paulus.  Dalam Ef. 4:22, Paulus menyatakan yang harus “ditanggalkan” adalah “manusia lama”.  Dalam buku Roma, Paulus menyatakan tentang “manusia lama”, namun, sehubungan dengan pembahasan “manusia lama”, Paulus menggunakan bahasa yang lain yang sama maknanya dengan “menanggalkan”, kata itu adalah “menyalibkan”, Roma 6:6.  Jadi, menanggalkan manusia lama sama artinya dengan menyalibkan manusia lama. 

Apa yang terjadi kalau tidak ditanggalkan manusia lamanya?  Jika kita tidak menanggalkan manusia lama, maka kita akan “menemui kebinasaan”, Ef. 4:22.  Apa itu manusia lama yang harus ditanggalkan?  Paulus dengan jelas menyatakannya dalam Kol. 3:5-9.  Manusia lama yang harus ditanggalkan yaitu:  “segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala,… marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu.”  Renungkan sifat kita, renungkan tabiat kita, apakah kita masih memakai bahkan menyukai sifat-sifat ini?  Jika ya, kita masih memakai manusia lama dan akhir kehidupan kita adalah kebinasaan, Ef. 4:22.

Menurut Kol. 3:5-9, bagaimana cara untuk menanggalkan “manusia lama” itu?  Itu harus dimatikan, Kol. 3:5.  Bagaimana untuk “mematikan” manusia lama itu? Dalam buku Roma, Paulus dengan jelas menyatakan cara untuk mematikan manusia lama itu, dan cara itu adalah “disalibkan” sama seperti Yesus juga disalibkan sebelum Dia mengalami kematian,  Roma 6:5,6.  Yang menjadi pertanyaan, bagaimana seseorang itu agar dapat disalibkan seperti Yesus?  Ingat, sebelum di salib, Yesus mengalami penderitaan sejak dari Getsemani, dihianati murid-murid yang Dia telah didik bahkan memberi mereka makan dan pendidikan gratis, diadili secara tidak adil di Hanas dan Kayafas, diperlakukan secara kasar dan sangat hina di hadapan Herodes dan Pilatus, Dia menderita banyak tekanan, Dia harus pikul salib Barabas (menanggung kesalahan orang lain), Dia pikul salib, dan dipakukan disalib.  Inilah proses Yesus disalibkan.

Dengan demikian, supaya manusia lama kita disalibkan, hal apa yang sebenarnya kita perlukan?  Itu adalah “penderitaan dan penganiayaan”.  Namun, ingatlah hal ini, Yesus bisa melawan pada waktu penderitaan dan penganiayaan itu datang, Dia bisa membunuh musuh-musuh-Nya dalam sekejap pada waktu mereka menganiaya Dia, namun, apa yang Dia lakukan?  Dia tidak membalas musuh-musuh-Nya!  Mengapa?  Karena kalau Dia melakukannya, Dia tidak akan disalibkan, dan Dia tidak akan mati.  Demikian juga dengan kita, kita tidak boleh membalas orang yang membuat hidup kita menderita, bahkan menganiaya kita, justru kita harus bersyukur!  Mengapa?  Karena orang itu sedang menolong kita mematikan manusia lama kita supaya kita tidak memperoleh kebinasaan.  Pada waktu pencobaan dan penderitaan itu datang, berdoalah, supaya Anda diberikan kemampuan untuk menjadi seperti Yesus, 1Pet. 2:21-23.

Namun, kita harus ingat, kita tidak cukup menanggalkan manusia lama itu!  Kita perlu mengenakan manusia yang baru.  Mengapa?  Karena, kalau kita hanya sampai pada tahap menanggalkan, kita dalam kondisi telanjang bukan.  Ingatlah, salah satu masalah jemaat Laodikea adalah “telanjang”, Wah. 3:17.  Kita tidak bisa berbangga karena kita bukanlah pemarah, pemfitnah, dan tidak melakukan yang jahat, yang merupakan tabiat manusia lama.  Kita perlu memakai pakaian, dan pakaian itu adalah manusia baru, Ef. 4:22,24.

Kenapa kita harus mengenakan manusia yang baru itu?  Karena itu adalah “kehendak Allah”, Ef. 4:24.  Apa makna manusia baru dalam ayat ini?  Itu adalah suatu kehidupan yang menghidupkan kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya!  Kita tidak cukup menanggalkan tindakan-tindakan yang jahat, kita harus melakukan perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan kebenaran dan kekudusan.  Jika tidak, kita diumpamakan dengan orang yang telanjang, suatu kondisi yang akan dimuntahkan oleh Yesus, Wah. 3:16,17.

Konsep “mengenakan”, juga terdapat dalam buku Roma yang juga sama artinya dengan “mengenakan” manusia baru.  Itu terdapat dalam Roma 13:14 yaitu “kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang”.  Perhatikan, Yesus dinyatakan sebagai senjata terang.  Terang apa yang ada pada Yesus yang harus kita kenakan?  Terang atau cahaya Yesus adalah kemuliaan Yesus, 2Kor. 4:4.  Apa itu terang atau kemuliaan Yesus sebagai Allah?  Kita bisa menemukan itu dalam Kel. 33:18,19; 34:6,7. 

Dengan demikian, cahaya/terang Yesus yang harus kita kenakkan atau lakukan adalah:  Penyayang dan pengasih, panjang sabar (longsuffering), berlimpah kasih, berlimpah setia, meneguhkan kasih, mengampuni orang yang melakukan kesalahan kepada kita, Kel. 34:6,7.  Kalimat Allah “tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah” berarti, Dia tidak kompromi dengan dosa, dengan demikian, tidak kompromi dengan dosa juga harus kita kenakkan/lakukan.  Jika kita melakukan hal-hal ini, maka inilah kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya itu, Ef. 4:24.

Apa keuntungan kita mengenakan Kristus, Gal. 3:27?  “Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah.”  Apa janji yang diberikan kepada keturunan Abraham?  Yesus menyatakan itu adalah keselamatan, Luk. 19:9.  Namun, secara khusus, kita dapat membacanya dalam Kej. 12:2,3 “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyur; dan engkau akan menjadi berkat.  Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapatkan berkat.”

Perhatikan, janji ini adalah milik keturuan daripada Abraham.  Namun, tidak semua keturunan Abraham memperoleh janji itu.  Justru banyak yang menerima kebinasaan.  Mengapa?  Karena mereka memberontak dan bersungut untuk memelihara ketetapan-ketetapan yang dibuat oleh Allah, yang memberikan janji itu.  Demikian juga dengan kita, jika kita telah mengenakkan manusia baru, kita harus mempertahankan hal itu.  Jangan sampai dosa, pemberontakkan dan persungutan membuat kita tidak memperoleh keselamatan.  Itu sebabnya, sehubungan dengan konsep “mengenakan”, Paulus menyatakan supaya kita “berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan!  Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.”  1Kor. 15:58.

Mari coba kita sedikit mendalami maksud Paulus ini supaya kita dapat mempertahankan apa yang sudah kita kenakan.  Hal pertama yang dia sebutkan adalah “berdirilah teguh”, dalam KJV dituliskan “steadfast” yang artinya tabah.  Kita harus memiliki kesabaran, percaya bahwa apa yang kita kenakan bukanlah hal yang sia-sia, ada sesuatu yang terbaik yang Tuhan sediakan bagi mereka yang mengenakan manusia baru.  Kedua, “tidak goyah”.  Jangan sampai pencobaan-pencobaan yang datang menjadikan kita bersungut-sungut yang menuntun kepada kehilangan janji itu.  Kita harus menggunakan tenaga dan pikiran kita semaksimal mungkin untuk mempertahankan karakter Yesus itu tetap dalam diri kita.  Ellen White menuliskan:  “Tabiat yang agung dan sempurna tidak diwariskan.  Itu tidak datang kepada kita secara kebetulan….  Itu dibentuk melalui peperangan sengit dan keras melawan diri.  Pertarungan demi pertarungan harus dikobarkan melawan kecondongan warisan.”  COL 331.

Hal yang ketiga adalah “giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan”.  Mengapa?  Kalau kita giat dalam pekerjaan Tuhan, fokus utama kita adalah pekerjaan Tuhan, kita tidak akan mudah jatuh, dibandingkan jika kita berdiam diri.  Pencobaan itu datang dan menjadi sangat memikat pada saat kita tidak mau bekerja dan bermalas-malasan dalam pekerjaan Tuhan.  Dan hal yang terakhir, yang menjadi kunci dari semuanya adalah:  “persekutuanmu dengan Tuhan”.  Mengapa ini menjadi sangat penting?  Karena tanpa persekutuan dengan Tuhan, kita tidak akan mampu mengalahkan Setan yang kekuatannya hanya setingkat di bawah Yesus.  Dia adalah musuh yang terlalu kuat.  Tidak heran, Alkitab sering menggambarkan manusia sebagai domba dan Setan sebagai singa.  Jika domba tidak bersama gembala, dia akan menjadi mangsa dari Singa. 

Demikian juga dengan kita, walaupun usaha kita sudah sempurna, sudah sangat maksimal, namun, jika kita tidak bersekutu dengan Tuhan, kita akan jatuh dalam dosa ketika pencobaan itu datang.  Usaha yang sangat keras dipadukan dengan persekutuan dengan Tuhan, akan membuat kita mempertahankan apa yang telah kita kenakkan.  Jika kita tetap mengenakkannya, pada akhirnya, bukan hanya janji kepada Abraham yang akan menjadi bagian kita, melainkan kemenangan bahkan Sorga akan menjadi bagian kita, 1Kor. 15:46-57

Senin, 13 Juni 2011

Jubah dan Kiasannya


Ayat Hafalan:  “Sebab katanya:  ‘asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh’”  (Markus 5:28).

Pendahaluan:
Ada banyak makna mengenai pakaian ataupun jubah yang dicatat dalam Alkitab.  “Pelajaran pekan ini akan membahas beberapa pertanyaan mengenai pakaian pada zaman Yesus.  Kita akan mempelajari seorang wanita yang percaya, bahwa hanya dengan menjamah jubah Yesus, dia akan disembuhkan.  Kemudian Yesus, yang meanggalkan jubah-Nya agar dapat membasuh kaki murid-murid-Nya.  Lalu kita melihat imam besar, yang berdiri di hadapan Tuhan, dan mengoyak jubahnya sendiri mengisyaratkan berakhirnya masa kepemimpinan para tokoh agama waktu itu.  Selanjutnya, Yesus dalam jubah kerajaan, yang dipakaikan oleh tentara Roma untuk menghina Dia.  Dan pada akhirnya kita akan melihat para tentara yang membuang undi atas jubah Kristus, dengan demikian menggenapi nubuatan purbakala.”  SSD 11 Juni 2011.  Inilah yang menjadi inti pelajaran kita pada pekan ini, “jubah pada zaman Yesus”.

“Siapa Yang Menjamah Jubah-Ku?”  Mark. 5:24-34; luk. 8:43-48.
Pada cerita ini, kita dapat melihat, ada banyak orang yang mengikuti Dia dan berdesak-desakkan di dekat-Nya.  Tentunya, banyak yang juga orang yang menyentuh jubah-Nya.  Itu sebabnya, ketika Yesus bertanya, “siapa yang menjamah jubah-Ku?”, Petrus menjawab:  “Engkau melihat bagaimana orang-orang ini berdesak-desakan dekat-Mu, dan Engkau bertanya:  Siapa yang menjamah Aku?”

Dari fakta ini, kita mengetahui, Yesus tidak sedang mencari siapa yang menjamah jubah-Nya, namun Dia sedang mencari Iman di antara orang-orang yang berdesakkan di dekat-Nya.  Dia mencarinya untuk menyatakan kuasa-Nya (kesembuhan kepada wanita yang sakit pendarahan selama 12 tahun, Mark. 5:25) dan untuk dijadikan contoh bagi para pengikut-Nya yang lain.

“Pengobatan pada waktu itu masih sangat sederhana.”  SSD, 12 Juni 2011.  Itu sebabnya, bisa dipastikan banyak orang sakit pada waktu itu, dan bisa dipastikan, beberapa dari orang sakit itu ada berdesak-desakkan dengan orang banyak di dekat Yesus, namun, hanya satu yang disembuhkan pada waktu itu.  Mengapa?  Wanita ini datang dengan iman!  “Wanita ini memiliki iman yang kuat pada Yesus, dia cukup percaya bahwa jika saja dia dapat menjamah jubah-Nya, dia akan disembuhkan.  Pastilah, bukan jubah itu yang menyembuhkannya-bukan juga jamahannya.  Melainkan… iman yang dinyatakan lewat perbuatan”.  Ibid.  Di tengah-tengah keputusasaannya, menyadari tidak ada seorang manusiapun yang dapat menolongnya, Mark. 5:25,26, dia mengambil keputusan untuk datang kepada Tuhan, dan percaya pertolongan hanya datang dari pada-Nya.  Suatu keputusan yang sangat tepat, inilah iman itu.

“Bagaimanakah kita dapat belajar datang pada Tuhan, seperti wanita ini, datang dalam iman dan penyerahan, karena sadar akan ketidakberdayaan kita?”  Ibid.

Dia “Menanggalkan Jubah-Nya”  Mat. 20:20-28; Yoh. 13:1-16.
Pada waktu di ruang atas, saat perjamuan malam Yesus dan murid-murid, “suasana tidaklah baik.  Baru saja, murid-murid itu memperebutkan kedudukan tertinggi dalam kerajaan Surga.”  SSD, 13 Juni 2011. Mat. 20:20-28.  Di sana terdapat kesombongan dari dua murid, iri hati dari sepuluh murid, rencana jahat dari 1 murid, membuat suasana perjamuan itu tegang.

Dengan suasana itu, tidak ada yang mau untuk membasuh kaki sesamanya.  Pekerjaan membasuh kaki adalah pekerjaan seorang hamba.  Pada saat itu, Yesus, menanggalkan jubah-Nya, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya, Yoh. 13:4,5.  “Saat Yesus menanggalkan jubah-Nya dan mulai membasuh kaki mereka, hati mereka luluh.  Mereka telah menobatkan-Nya sebagai Anak Allah sebelumnya, Mat. 21:1-10.  Dan Anak Allah itu membungkuk untuk melakukan pelayanan yang menempelak kesombongan mereka.  Ayat ini mengatakan bahwa sebelum Dia melakukan pembasuhan kaki, Dia menanggalkan jubah-Nya, menunjukkan kerelaan-Nya untuk merendahkan hati serendah-rendahnya selayaknya seorang hamba.  Ibid.  Huruf miring ditambahkan.  Dengan menjangkau kaki murid-murid-Nya, Dia telah menjangkau hati mereka dan meluluhkannya.

Bisakah kita mengikuti telah kerendahan hati dari Yesus?  Terlebih rendah hati kepada orang yang sombong?  Yesus adalah Allah yang Maha Tahu.  Dengan tindakan-Nya, Dia tahu siapa yang akan bertobat dengan perbuatan-Nya dan siapa yang tetap dalam dosanya, bahkan akan menghianati Dia sesudah Dia merendahkan diri.  Namun, apa yang Dia lakukan?  Apakah Dia hanya membasuh kaki orang yang Dia tahu akan bertobat, dan tidak membasuh kaki orang yang Dia tahu tidak akan bertobat?  Bahkan menjual Dia?

Kerendahan hati adalah sebuah keharusan bagi mereka yang menjadi pengikut Tuhan.  Kita tidak dapat berkata:  “nanti kalau saya buat ini, dia akan semakin menjadi-jadi dan dia akan semakin merendahkan saya”.  Yesus tidak pernah melakukannya.  Bahkan, Dia membasuh kaki Yudas yang Dia tahu sebentar lagi Yudas akan menjualnya.  Jika kita menjadi Yesus, relakah kita “membasuh kaki” orang yang pasti akan “menjual” kita?  Atau sebaliknya, kita menjadi seperti dia?  Kita “jual” balik orang yang “menjual” nama baik kita?

“Mengoyakkan Jubahnya” Mat. 26:59-68; Im. 21:10; Mark. 15:38
Pada waktu Yesus di bawah di hadapan Imam Besar Kayafas, mereka berusaha untuk mencari alasan untuk dapat membunuh Yesus.   Akhirnya, Imam Besar Kayafas bertanya:  “apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.”  Mat. 26:63.  Yesus tentunya tidak bisa berdusta.  Dia adalah Anak Allah, itu sebabnya, Dia menjawab:  “Engkau telah mengatakannya.”  Mat. 26:64.  Mendengar jawaban Yesus, “Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: ‘Ia menghujat Allah.”  Mat. 26:64,65. 

Jubah keimamatan melambangkan tabiat Allah yang sempurna, lih. Pel. 5.  Itu sebabnya, dalam keadaan apapun, jubah itu tidak boleh dirobek, Imamat 21:10.  Dengan merobek jubah, melambangkan mencela akan tabiat Allah.  Kayafas mengatakan, Yesus menghujat Allah.  Setelah itu dia merobek jubah keimamatannya.  Merobek jubah berarti menodai tabiat Allah yang berarti menghujat Allah.  Kayafas menuduh Yesus menghujat Allah, namun, pada prakteknya, dialah penghujat itu dengan cara merobek jubah keimamatan.  Demikian juga dengan kita, berapa sering kita seperti Kayafas.  Kita menuduh orang, namun kita sendiri banyak melakukan kesalahan.  Yesus berkata:  “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?”  Mat. 7:3.

Pada waktu Yesus mati, “tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah”  Mat. 27:51.  Suatu lambang bahwa pelayanan Bait Suci di bumi sudah berakhir pada waktu kematian Yesus, Ef. 2:15; Kol. 2:14.  Kayafas merobek jubah Imam Besar suku Lewi merupakan sebuah lambang berakhirnya sistem keimamatan suku Lewi.  Sekarang, pelayanan yang baru dimulai, domba yang sesungguhnya sudah datang, yaitu Yesus Kristus, Yoh. 1:29.  Sistem kaabah yang di bumi berakhir, dan kini dimulai dengan sistem Kaabah yang ada di Sorga, Ibr. 8:1,2 dan jubah keimamatan yang baru, dipakai oleh Yesus sebagai Imam Besar, Wah. 1:12,13.  Apa makna hal ini untuk kita? 

Catatan buku Ibrani menyatakan:  “Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.”  Ibr. 4:16.  Fakta bahwa Yesus adalah Imam Besar yang melayani di Kaabah Sorga adalah sebuah kabar baik bagi kita.  Kita manusia tidak mampu menghadapi pencobaan kehidupan yang begitu berat.  Yesus mengetahui akan hal ini.  Dan melalui pelayanan keimamatan-Nya di Bait Suci di Sorga, Dia menawarkan pertolongan kepada kita.  Janji ini pasti!  Mari kita datang kepada-Nya!

Sesudah Kayafas merobek jubahnya, dia bertanya apa yang harus dilakukan terhadap Yesus, dan mereka serentak menjawab:  “Ia harus dihukum mati”, ay. 66.  Mengapa mereka mau membinasakan Yesus?  Ini disebabkan “oleh kebencian, iri hati, dan ketakutan” disaingi oleh pengaruh Yesus.  Coba kita renungkan, jika sifat kebencian, iri hati, takut disaingi, ada pada diri kita, dan kita hidup pada zaman Yesus, maka, adalah sangat mungkin, kita ada dalam kelompok imam-imam yang mau membunuh Yesus.  Pada waktu ada orang lain yang memperoleh pencapaian melebihi kita, apa respons kita? Apakah kita iri?  Benci? Takut tersaingi?  Apakah kita mau “membinasakan” orang itu?  Jika jawabannya adalah Ya, hal ini berarti kita tidak ada bedanya dengan Imam-imam yang menginginkan kematian Yesus!  Berdoalah!  Supaya Allah mengambil sifat itu dari kita.

Jubah Penghinaan.  Mat. 27:27-29; Luk. 23:10,11; Mark. 15:17-20.
Di istana Pilatus, Yesus menderita penghinaan.  Sehubungan dengan pelajaran ini, Yesus dipakaikan jubah ungu (mungkin jubah bekas, karena tidak mungkin jubah yang bagus dipakaikan ke Yesus yang berlumuran darah).  Sesudah itu mereka memakaikan mahkota yang terbuat dari belukar berduri.  Mereka menutup mata dan memukul-Nya dan menyuruh Dia menebak siapa yang memukul-Nya.  Mereka menyembah dan kemudian meludahinya, kemudian memukul kepala yang bermahkota duri itu dengan menggunakan sebatang kayu, Mat. 27:27-30.  Sungguh merupakan suatu penghinaan yang ditanggung oleh Yesus.

Yesaya dalam nubuatannya menyatakan:  “Ia [Yesus] sangat dihina.”  Yes. 53:3.  Namun, apa responsnya?  “Dia dianiaya, tetapi Dia membiarkan diri-Nya ditindas dan tidak membuka mulut-Nya”.  Lebih lanjut, Yesaya menyatakan  “seperti Anak Domba yang dibawah ke pembantaian;…  Ia tidak membuka mulut-Nya.”  Yes. 53:7. 

Sangat menarik,  buku Wahyu menggambarkan:  genrasi terakhir, yang akan menyanyi lagu kemenangan di atas bukit Zion, adalah mereka “yang mengikuti Anak Domba itu”, Wah. 14:4.  Jadi, jika kita mau menang, mau berdiri di bukit Zion Bersama Anak Domba yaitu Yesus, (Yoh. 1:29), dan menyanyikan lagu kemenangan, kita harus mengikuti Anak Domba itu, terlebih khusus, teladan Anak Domba itu ketika dibawah ke tempat pembantaian.  Jika kita tidak dapat mengikutinya, mungkin kita bukan pengikut Anak Domba, kita adalah pengikut “singa yang mengaum-ngaum”, 1Pet. 5:8.  Mengapa?  Karena karakter membalas sesungguhnya adalah karakter singa, bukan karakter Anank Domba.

“Mereka Membagi-bagi Pakaian-Ku”  Yoh. 19:23,24; Maz. 22:19.
Ini menceritakan tentang jubah Yesus pada waktu Dia disalibkan.  Bayangkan perasaan Yesus waktu disalib.  Orang-orang mengolok-olok dia.  “Para imam menyerang ototritas Yesus dari segi rohani, para tentara mencela kedaulatan kekuasaan-Nya”  SSD, 15 Juni 2011.  “Beban dosa seisi dunia dipikul-Nya,”  dan yang paling menyedihkan, “keterpisahan dari Bapa-Nya”.  Sementara itu, para serdadu, tepat di bawah-Nya, membagi-bagi pakaian-Nya dan membuang undi”.  SSD, 16 Juni 2011. 

Ketika Yesus melihat pakaian-Nya diundi, apa yang ada dipikiran-Nya?  Kita bisa pastikan, Dia mengingat apa yang dituliskan tentang Dia dalam Maz. 22:19.  Ketika Dia melihat akan penggenapan ini, apa yang Yesus rasakan?  “Ini menambah keberanian-Nya untuk dapat bertahan menghadapi saat-saat terakhir di kayu salib.”  SSD, 16 Juni 2011.  Kenapa kita bisa pastikan Dia mengingat apa yang tertulis tentang Dia dalam Maz. 22:19?  Karen kita yakin, Dia adalah Seorang Pelajar Kitab Suci.  Hal ini terbukti dari ucapan-ucapan-Nya seperti:  “ada tertulis”, “tidakkah kamu baca”, “apa yang kamu baca”.  Ingatan firman Tuhan itu menguatkan Dia di masa-masa paling sukar yang Ia lalui.

Demikian juga dengan kita.  Jika kita ingin memperoleh kemenangan iman di masa-masa yang paling sukar, kita perlu belajar Kitab Suci.  Jika kita melakukannya, janji-janji kemenangan akan kita temui.  Jika kita mempelajari Kitab Suci, kita akan temukan hal-hal yang tertulis tentang kita (bagaimana cara kita untuk beriman, percaya kepada Tuhan, merendahkan diri,  bagaimana untuk bebas dari:  kebencian, iri hati, dan takut disaingi, bagaimana untuk mengikuti teladan “Anak Domba” sekalipun di “tempat pembantaian”, dan masih banyak lagi hal tentang kita, tentang perjuangan iman kita, yang ditulis dalam Kitab Suci.  Jika kita membacanya, kita akan menemukan apa yang tertulis tentang kita dan itu akan menuntun dan menguatkan kita untuk menggapai kekekalan.  Itu akan menguatkan kita di masa-masa yang paling sulit yang kita hadapi.

Di salib, Yesus melihat penggenapan nubuatan tentang jubah-Nya.  Dia sudah melihat penggenapan-penggenapan nubuatan yang lain juga dan itu membuat Dia bertahan di Salib, karena Dia tahu, proses penebusan itu hampir selesai.  Ketika kita melihat nubuatan-nubuatan akhir zaman digenapi, ketahuilah, penggenapan nubuatan-nubuatan yang lain sudah dekat dan pasti.  Kecurahan Roh itu pasti dan sudah dekat.  Demikian juga ramalan-ramalan dalam Matius 24, Daniel, dan Wahyu, semuanya itu pasti dan sudah dekat.  Kiranya dengan kepastian itu, akan membuat kita semakin mempertahankan kasih kita, menguatkan iman kita, membuat kita semakin rendah hati, menghilangkan:  kebencian, iri hati, dan ketakutan tersaingi, semakin memantulkan karakter Yesus, lebih rajin belajar Alkitab dan berdoa.  Mengapa?  Karena dengan digenapinya nubuatan-nubuatan itu, kita tahu, iman kita tidak sia-sia!  Ada pahala bagi mereka yang menurut.  Ada keselamatan bagi mereka yang mempertahankan karakter Kristus di tengah-tengah badai penderitaan yang terberat sekalipun.

Jumat, 10 Juni 2011

Penerima 7 Kutuk

Selamat Sabat!  Ingin sharing sedikit. Tadi siang, sementara istirahat, saya coba melanjutkan membaca buku Wahyu, melanjutkan dari pasal 14 dan seterusnya.  Setiba di pasal 16, saya terhenti sejenak dan coba merenungkan apa artinya.  Sini saya bagikan, sebagai renungan bagi kita semua.

Pada waktu 7 kutuk terakhir di curahkan, manusia yang “memakai tanda dari binatang itu dan yang menyembah patungnya” akan menerimanya, ay. 2.  Masih sedikit samar-samar siapa mereka ini.  Namun, mari kita coba melihat sedikit lebih jelas tentang siapa mereka ini menurut terang Wahyu 16.

Perhatikan, respons mereka yang menerima 7 kutuk itu. 

Ayat 9:  “dan mereka menghujat nama Allah yang berkuasa atas malapetaka-malapetaka itu”
Ayat 11:  “dan mereka menghujat Allah yang di sorga karena kesakitan dan karena bisul mereka”

Mereka yang menerima 7 malapetaka ini adalah mereka yang terbiasa menghujat Allah.  Mereka mempersalahkan Allah atas malapetaka yang mereka derita.  Hal ini menunjukkan siapa diri mereka sebelum malapetaka-malapetaka ini terjadi:  orang-orang yang terbiasa mempersalahkan Allah atas penderitaan selama mereka hidup di dunia yang penuh dosa dan penderitaan ini.

Jika Anda melihat tentang hal-hal ini:  malapetaka-malapetaka, kesakitan, bisul, dan menghujat nama Allah, kisah dalam Alkitab yang Anda ingat?  Ayub bukan!  Ya, Ayub.  Dia menderita banyak malapetaka:  lembu, sapi, keledainya dirampas, para pekerjanya dibunuh (mungkin dia harus bayar asuransi untuk mereka?), api dari langit membakar kambing domba dan penjaganya, untanya dirampas, anak-anak lelaki dan perempuannya ditimpa badai dan mati, istrinya menekan dia, dan dia sendiri kena bisul. 

Pada waktu dia mengalami ini semua, istrinya berkata kepadanya:  “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu?  Kutukilah Allahmu dan matilah!”  Jawab Ayub:  “Engkau berbicara seperti perempuan gila!”, Ayub 9:9,10.  Kita lihat, ada dua respons Ayub:  Dia tetap mempertahankan kesalehannya dan dia tidak mau mengutuki Allahnya.  Bahkan, Ayub berkata:  “Though he slay me, yet will I trust in him”  (Meskipun Dia [Tuhan] membunuh aku, aku tetap percaya kepada-Nya)   Ayub 13:15 KJV.  Suatu iman yang sangat kuat yang dimiliki oleh Ayub.  Dia tidak mempersalahkan Allah, dia mempertahankan kesalehannya, dan dia tetap percaya kepada Allah, sekalipun Allah yang membunuh dia.  Inilah iman itu, iman yang tidak goyah oleh badai pencobaan.

Di akhir zaman, zaman di mana kita hidup, iman seperti Ayub harus ada kepada mereka yang menyebut dirinya umat Tuhan, iman itu harus ada pada mereka yang mau bertahan sampai kesudahan, iman itu harus ada kepada mereka yang mau selamat iman yang:  mempertahankan kesalehan, tidak mempersalahkan Allah, dan tetap percaya kepada Allah di tengah badai yang paling besar sekalipun.  Renungkan, berapa kali kita kehilangan kesalehan kita di waktu pencobaan yang kecil-kecil.  Bagaimana dengan hal yang lain? 

Tidak heran, sehubungan dengan akhir zaman, Yakobus mengingatkan:  “Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum.”  Mengapa?  “Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu (Kedatangan Yesus sudah dekat)….  kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub…”  Dengan kata lain, di akhir zaman, menjelang kedatangan Yesus, kita harus memiliki iman yang seperti Ayub.

Ingatlah hal ini, pada waktu 7 kutuk dicurahkan, manusia yang suka mempersalahkan Allah akan menderita dengan sangat.  Namun, ingatlah, ada satu kelompok juga yang akan menderita di masa itu, bahkan lebih menderita lagi.  Mereka adalah kelompok 144.000.  Alkitab mencatat, pada saat yang bersamaan dengan 7 kutuk yang diterima oleh penghujat, mereka yang setia ini akan mengalami “siksaan yang dahsyat seperti yang belum pernah terjadi sejak awal dunia sampai sekarang dan yang tidak akan terjadi lagi.” Mat. 24:21.

Jadi, di masa itu ada dua kelompok yang akan melewati masa kesukaran.  Namun, yang akan membedakan mereka adalah ucapan bibir mereka.  Kelompok yang satu menghujat Allah, kelompok yang satu berharap dan beriman kepada Allah.  Mereka tidak menghujat Allah atas malapetaka besar yang mereka alami.  Pada masa itu, mereka akan diserahkan, disiksa, dibenci, namun, tidak ada kalimat kutukan keluar dari bibir mereka.  Mengapa?  Hal itu sudah menjadi kehidupan mereka sebelum masa kesukaran itu tiba.

Menjadi renungan bagi kita semua.  Pada waktu kita menghadapi pencobaan, penderitaan, kesakitan, apa respons kita?  Apakah kita tetap mempertahankan kesalehan dan tetap percaya kepada Allah?  Atau kita mulai mencari kambing hitam, mulai menyalahkan Allah?  Renungkan saudaraku, respons kita saat ini, akan menentukan di kelompok mana kita berada pada waktu masa kesukaran itu.  Kelompok yang akan melewati masa kesukaran Yakub atau kelompok yang akan menerima 7 kutuk?  Berdoalah, berusahalah, supaya kita memiliki iman yang dimiliki oleh Ayub.  Amin.  

Rabu, 08 Juni 2011

Jubah Pernikahan


Ayat hafalan:  “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus, Roh yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukuman dosa dan hukuman maut.”  Roma 8:1,2.

Pendahuluan:  Sejarah Kristen penuh dengan lembaran hitam.  Mengapa?  Karena tidak semua yang mengaku Kristen menghidupkan kehidupan Kristen.  Yesus berkata:  “Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.”  Mat. 22:14.  Mereka yang dipanggil, belum tentu “layak” untuk dipilih.  Siapakah mereka yang pada akhirnya dipandang layak untuk dipilih?  Inilah yang menjadi inti pelajaran pada pekan ini. 

Intisari Pelajaran: 
Matius Pasal 22 dilatarbelakangi dengan usaha dari orang Farisi, ahli-ahli Taurat, dan Imam-imam untuk menjerat Yesus  (Mat. 21).  Mereka merupakan bangsa pilihan, namun mereka menunjukkan sikap yang membuat mereka tidak layak menjadi bangsa pilihan.  Untuk alasan ini, Yesus memberikan “perumpamaan tentang perjamuan kawin” dalam Matius 22.

Dalam ayat 1, 2,  Yesus mendahului perumpamaan-Nya tentang perjamuan kawin.  Tidak dicatat pada bagian ini, bahkan pada ayat-ayat selanjutnya dalam pasal ini bahwa pengantin itu sudah ada pada pesta.  Kita mengetahui dalam kebiasaan, biasanya pengantin itu datang pada waktu semua sudah beres.  Pengantin tidak datang pada saat para undangan sementara diundang, dia tidak datang juga pada saat undangan lagi berdatangan, bahkan, pada waktu hidangan sudah tersedia dan undangan sudah datang, biasanya kita harus menunggu beberapa saat baru pengantin itu datang.  Seperti inilah gambaran pesta ini.  Pesta ini tidak menyinggung saat-saat bersama pengantin.  Waktu dalam perumpamaan pesta ini adalah saat hidangan tersedia, undangan dijalankan, undangan datang menghadiri, pemeriksaan undangan oleh raja yang berpesta.  Namun, cerita ini tidak berlanjut sampai kepada datangnya pengantin.  Cerita ini hanya berhenti sampai pada para undangan siap menyaksikan pengantin datang.

Dalam ayat 3-6, di sini kita melihat undangan yang pertama.  Mereka adalah orang-orang pilihan.  Mengapa?  Karena yang mengundang adalah raja.  Kita ingat pernikahan pangeran William dan Kate, hanya orang-orang pilihan yang diundang dalam pesta itu.  Berdasarkan latar belakang cerita ini, kita dapat mengerti bahwa, ini menunjuk kepada bangsa Yahudi sebagai bangsa pilihan Allah.  Namun, respons mereka terhadap panggilan itu menyatakan mereka tidak layak untuk panggilan itu.

Dalam ayat 7, kita dapat melihat akibat penolakkan mereka.  Penolakan mereka mengakibatkan kebinasaan mereka dan kota mereka.  Ini adalah suatu lambang kematian orang-orang Yahudi yang menolak Yesus.  Mereka mati dalam kota mereka, kota Yerusalem, ketika kota itu dihancurkan oleh Titus pada tahun 70.  Sebelum tahun 70, tentara Roma sudah datang mengepung kota itu.  Namun, karena alasan lain, mereka meninggalkan kota itu.  Saat tentara-tentara meninggalkan kota itu, orang-orang yang percaya Yesus segera meninggalkan kota itu.  Mereka percaya apa yang tertulis dalam Matius 24:15-18.  Sedangkan orang-orang yang tidak percaya, mereka tetap tinggal, dan ketika tentara Roma dibawah pimpinan Titus kembali pada tahun 70, dia membinasakan semua yang tinggal di Yerusalem, mereka yang tidak percaya nubuatan Yesus, dihancurkan bersama-sama dengan kota Yerusalem pada saat itu.

Dalam ayat 8, Yesus memberikan alasan kenapa Dia menolak mereka sebagai bangsa pilihan.  Mereka dinyatakan “tidak layak”.  Mereka dinyatakan tidak layak karena mereka sendirilah yang menyatakan diri “tidak layak” melalui sambutan mereka terhadap undangan raja.  Hal itu sebenarnya tidak datang dari pihak raja, namun dari para undangan yang menolak undangan itu.  Mereka dinyatakan tidak layak, karena mereka menolak undangan itu.

Dalam ayat 9-10, panggilan itu ditujukan kepada siapa saja yang ditemui.  Suatu gambaran yang sangat tepat dengan keadaan orang Yahudi.  Sesudah mereka menolak Kristus, akhirnya mereka ditolak, dan suatu kelompok yang baru bangkit menggantikan tempat mereka.  Itu adalah gereja mula-mula yang terdiri dari orang-orang kafir yang mau menerima Yesus dan juga sebagian orang Yahudi yang pada akhirnya menerima Kristus.

Dalam ayat 11-14 menyatakan, memang panggilan itu pada akhirnya diberikan kepada semua orang.  Namun, bukan berarti raja itu telah menghilangkan ketentuan pestanya.  Suatu aplikasi yang sangat cocok untuk keadaan ini.  Walaupun orang Yahudi sudah ditolak dan akhirnya pekabaran itu diberikan kepada bangsa-bangsa lain, bukan berarti itu menghilangkan ketentuan-ketentuan yang telah Allah buat.  Itu tetap berlaku.  Ketentuan-ketentuan itu begitu penting, sehingga mereka yang walaupun menerima undangan itu, namun tidak mematuhi undangan itu, mereka akan memiliki nasib yang sama dengan mereka yang menolak undangan itu.  Nasibnya adalah:  dibinasakan!

Namun, sebagaimana Matius 24 yang memiliki dua kegenapan, demikian juga perumpamaan ini.  Ini memiliki kegenapan pada zaman Yesus dan rasul-rasul, juga memiliki kegenapan di akhir zaman.  Mengapa?  Karena perumpamaan ini sedang membicarakan undangan pesta sampai kepada sesaat sebelum pengantin itu datang.  Dengan demikian, penggenapan akhir zaman terhadap perumpamaan ini adalah sejak dikumandangkannya pekabaran malaikat pertama sampai kepada sesaat sebelum kedatangan Yesus.  Pekabaran “sembahlah Dia” dalam Wah. 14:7 merupakan undangan itu.  Sejak saat itu, sampai sebelum kedatangan Yesus, respons umat-umat Tuhan sangat menentukan keselamatan mereka.  Seperti apa respons-respons yang dikemukakan oleh para penolak-penolak itu?  Mereka “tidak mau datang” (ay. 3) dan mereka “tidak mengindahkannya” (ay. 5).  Apa alasan-alasan yang mereka kemukakan?

Kelompok yang pertama, mereka pergi ke ladangnya, ay. 5.  Rupanya kelompok ini baru membeli lading (Luk. 14:18).  Faktanya, ladang itu sudah dibeli.  Tidak ada hal yang perlu dikuatirkan.  Alasan ini sungguh tidak tepat dan tidak masuk diakal jika dibandingkan dengan penghargaan seorang raja yang memberikan dia undangan untuk itu.  Demikian juga dengan kita, undangan untuk datang kepada Tuhan melalui doa dan membaca Alkitab kelihatannya kita kurang menghiraukannya.  Terkadang kita membuat suatu alasan yang sangat tidak masuk diakal supaya kita tidak datang.  Mungkin kita berkata, Tuhan, sinetron ini terlalu bagus, saya harus melihat kelanjutan ceritanya.  Tuhan, saya lebih suka untuk internetan dari pada berhubungan dengan Engkau.  Tuhan, saya mau jalan-jalan dulu di Mall.  Tuhan, saya mau refreshing dulu.  Tuhan, saya mau tidur dulu.  Maafkan saya, saya tidak ada waktu untuk datang pada-Mu!  Dengan melakukannya, tanpa disadari, kita sudah mewakili kelompok yang pertama yang menolak undangan itu.

Kelompok yang kedua, mereka pergi mengurus usahanya, ay. 5.  Kelompok yang kedua ini, mereka adalah orang yang sepertinya memiliki alasan yang tepat.  Mereka orang yang terlalu sibuk dengan usahanya.  Sepertinya usahanya akan menghasilkan uang yang sangat banyak, kemungkinan juga, orang ini berpikir bahwa uang itu akan berguna untuk orang lain.  Dia lebih mementingkan usahanya dibandingkan dengan panggilan untuk menyembah Tuhan.  Dia meminta dimaafkan, namun, apa yang terjadi?  Tak ada maaf bagi orang ini, ay. 7.  Dia telah menghilangkan bagian yang terpenting dalam hidupnya, yaitu:  hubungan pribadi dengan Tuhan.  Mungkin nasihat ini cocok untuk kelompok yang kedua:  “Tetapi haruslah engkau ingat kepada Tuhan, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan”  Ul. 8:18. 

Kelompok yang ketiga mengatakan, “Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya”, Luk. 14:18.  Sepertinya kelompok ini mewakili kelompok petani.  Kesibukkan pertaniannya membuat dia beralasan tidak ada waktu untuk Tuhan. 

Kelompok yang keempat mengatakan, “Aku baru kawin dank arena itu aku tidak dapat datang.”  Luk. 14:20.  Faktanya dia sudah selesai menikah.  Justru, dia dapat membawa istrinya untuk ikut dalam pesta itu.  Namun, mungkin kita sedikit mengerti akan alasannya.  Dalam tradisi di daerah saya, orang yang baru menikah akan sibuk dengan keluarganya.  Karena saat itu, keluarga dari dua belah pihak datang berkumpul.  Sepertinya, orang ini menggunakan alasan keluarga untuk beralasan.  Bagi dia, keluarga adalah nomor satu.  Dia tidak dapat menuruti perintah Tuhan karena alasan keluarga.  Namun, Yesus berkata:  “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.”  Mat. 10:37.

Kelompok penolak yang kelima dalam cerita ini, sepertinya tidak memberikan banyak alasan.  Namun, tindakannya menyatakan bahwa dia tidak suka dengan raja itu.  Wujud dari rasa tidak suka kepada raja ini dinyatakan dengan perlakuannya, dia menangkap pembawa undangan itu.  Tidak puas dengan hanya menangkap, dia menyiksa.  Namun, rupanya itu belum cukup.  Pada akhirnya dia membunuh utusan raja itu.  Hal ini menunjukkan bahwa tindakan “tidak suka” kepada raja dan utusannya ini semakin lama semakin meningkat.  Demikianlah dengan kelompok yang kelima.  Ketika ada utusan Tuhan yang mengajak untuk datang kepada Tuhan dengan cara mengaku dosa kepada Tuhan dan meninggalkan dosa-dosa, orang ini sangat tidak menyukainya.  Ketika ada utusan yang menyerukan pekabaran-pekabaran untuk persiapan kedatangan Tuhan, kelompok ini bukannya semakin menyadari, justru mereka semakin menolak pekabaran itu.  Hujung-hujungnya, mereka menyiksa dan membunuh juru kabar itu.  Apa artinya?  Mereka menjadi kelompok penganiaya.  Jadi, apabila kita membiasakan roh menolak pekabaran-pekabaran untuk persiapan kedatangan Tuhan, pada hujung-hujungnya, kita akan bergabung dengan kuasa penganiaya yang akan menerima 7 malapetaka di akhir zaman.

Sebelum lanjut, coba pikirkan sejenak.  Siapa yang tidak suka dengan undangan raja?  Sepertinya tidak ada orang yang tidak suka dan sepertinya, semua orang akan merasa sangat dihargai apabila undangan itu datang dari raja, sepertinya juga, orang yang menerima undangan raja itu akan berusaha semampunya untuk hadir dalam acara itu.  Namun, kenyataannya, mereka menolak!  Apa sebenarnya yang terjadi?  Sangat mungkin, undangan itu disertai dengan ketentuan-ketentuan acara perjamuan kawin dan ketentuan-ketentuan itu tidak disukai oleh penerima undangan itu.  Demikian juga dengan kita yang menerima undangan itu, mungkin kita suka bahkan sangat suka untuk masuk Sorga, namun, kita tidak menyukai jalan untuk ke sana!  Sangat tepat Yesus mengatakan:  “Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.”  Mat. 7:14.

Jadi, dari alasan-alasan yang dikemukakan di sini, sepertinya, sudah mewakili kelompok besar aktivitas-aktivitas manusia sehari-hari.  Dengan kata lain, apapun alasan kita, itu tidak dibenarkan jika kita menolak panggilan untuk datang kepada Tuhan.  Faktanya, raja itu murka kepada mereka yang sudah menolak panggilan itu. 

Akhirnya, panggilan itu ditujukan kepada setiap orang yang dijumpai, Mat. 22:10.  Mereka menerima panggilan ini.  Namun, hal ini tidak menyelesaikan masalah itu.  Muncul lagi masalah yang baru.  Seseorang tidak memakai pakaian pesta!  Apa lambang pakaian ini?  Ellen White menuliskan: “Pakaian pernikahan dalam perumpamaan ini melambangkan karakter Kristus yang murni dan tidak bernoda yang dimiliki oleh pengikut-Nya yang sungguh-sungguh.”  COL. 310.  Bagaimana dengan nasib dari orang ini?  Dia mendapatkan kebinasaan seperti layaknya orang-orang yang menolak panggilan itu, ay. 7,13.


Sebelum pengantin datang, raja itu mengadakan pemeriksaan.  Ini adalah suatu gambaran yang sangat tepat dengan keadaan kita saat ini.  Kita sedang menunggu kapan pengantin itu datang.  Ellen White dalam suatu penglihatan, dia melihat meja itu telah tersedia di Sorga, EW. 20. Namun, sebelum pengantin itu datang, akan ada pemeriksaan.  Hal inilah yang kita sebut dengan pengadilan pemeriksaan yang dimulai sebelum kedatangan Yesus.  Hal ini akan berlanjut sampai pada waktu Yesus datang.  Kita harus didapati mengenakkan jubah itu (Perhatikan dua pelajaran terakhir bagaimana mendapatkan jubah itu).

Sekarang, mari kita lihat kepada orang yang tidak memakai jubah ini.  Perhatikan, dia menerima panggilan itu, dia berada dalam kelompok itu, namun, dia tidak memakai jubah itu yang merupakan satu ketentuan juga!  Yesus berkata:  “haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu”  Mat. 5:48.  Kita tidak bisa tinggal dalam keadaan suam-suam kuku Laodikea, kita harus melakukan semua perintah Tuhan.  Di masa pemeriksaan ini, “Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan”,  Mat. 23:23.  Allah menuntut kesempurnaan dalam penurutan saat ini..  kita tidak bisa berkata, cuuplah saya jadi Advent, bersama-sama yang lain pada hari Sabat, hadir dalam pertemuan-pertemuan ibadah, ini sudah cukup!  Namun, jika kita tidak menuruti kebenaran-kebenaran saat ini sebagai persiapan-persiapan untuk peristiwa-peristiwa yang ada di hadapan kita?  kita sudah tertipu!  Ingatlah, di pengadilan pemeriksaan ini, mereka yang tidak mau melakukan tuntutan-tuntutan Tuhan akan bernasib sama dengan mereka yang menolak panggilan itu.

Kita tidak bisa tinggal dalam kondisi Laodikea.  Kita menerima panggilan itu, kita ikut bersama-sama dalam kebaktian, namun kita mengabaikan dress reform, health reform, mengabaikan hubungan pribadi dengan Tuhan, mengabaikan reformasi mengejar kepentingan diri, mengabaikan belas kasihan?  Ingatlah, sebelum kedatangan Tuhan, Tuhan akan mencari suatu umat yang sempurna dalam penurutan seperti Kristus.  Mereka seperti Kristus karena mereka memiliki hubungan pribadi dengan Kristus.  Mereka menerima panggilan itu, mereka datang, mengikuti ketentuan-ketentuan acara, dan memakai jubah itu!  Mereka sempurna di hadapan raja yang mengadakan pemeriksaan itu.  Mereka siap untuk kedatangan Tuhan.  Mereka siap untuk makan pada acara perjamuan itu.

Sebagai kesimpulan:  banyak yang dipanggil, tapi sedikit yang dipilih.  Yang tidak dipilih akan dibinasakan.  Kita sudah dipanggil, namun, pertanyaannya, apakah kita sudah dipilih?  Periksa hati kita, jika kita menemukan borok dosa di dalamnya, berdoalah supaya Allah mengganti hati kita dengan hati yang baru, supaya kita dapat sempurna di hadapan-Nya pada waktu pengadilan pemeriksaan itu.

Kamis, 02 Juni 2011

Jubah Baru Anak Yang Hilang


Ayat Hafalan:  “Kita patut bersukacita dan bergembira, karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali; ia telah hilang dan telah dapat kembali”  (Lukas 15:32).

Pendahuluan:  Somerset Maugham menuliskan kisah pendek berjudul “Hujan” menceritakan pengalaman seorang misionaris di Amerika Selatan yang “menobatkan” seorang wanita tuna susila kepada Injil.  Dia sangat berbangga, atas keberhasilannya dalam penarikan jiwa, sekalipun mungkin saja metode yang dia gunakan sedikit kasar.  Dia menyarankan agar wanita ini kembali ke Amerika Serikata (dari mana ia melarikan diri) untuk memenuhi masa hukumannya di penjara, sekalipun wanita ini memohon agar dia boleh terlepas dari siksaan, hinaan, dan hal yang memalukan dalam penjara.  Tetaapi missionaris itu mendesak wanita tersebut bahwa dengan menjalani hukumannya di penjara merupakan bagian dari prose’s pertobatan yang harus dialaminya, itulah sebabnya dia harus menyerahkan dirinya.

Kisah itu berakhir, dengan sangat mengejutkan..  Misionaris itu bunuh diri, tubuhnya yang sudah membusuk ditemukan di pantai.  Apakah yang terjadi??  Rupanya, dia telah jatuh ke dalam dosa perzinaan sesbab menggunakan waktu terlalu banyak dengan wanita itu, kkarena tidak sanggup memaafkan kesalahan yang dilakukannya, dia pun membunuh dirinya sendiri.

Suatu pendahuluan untuk pelajaran minggu ini.  Cerita di atas, secara singkat sepertinya tidak ada hubungan dengan kita.  Namun, ada hubungan yang mendesar dengan kita, dan bahkan semua manusia di dunia yang pernah hidup di dunia ini.  Hubungan itu yang akan kita dalami pada pelajaran pekan ini.  Hubungan itu adalah:  seperti wanita tuna susila dan misionaris ini, kita membutuhkan akan:

1.     Pengalaman pribadi akan kasih karunia
2.     Jaminan Keselamatan

Dua kebutuhan mendasar misionaris, wanita tuna susila ini, yang mewakili semua manusia, dinyatakan dalam perumpamaan anak yang hilang, yang merupakan inti pelajaran pekan ini.

Intisari:  Dalam Lukas 15:1-32, kita mendapati di sana 3 perumapamaan yang hilang. 
Perumpamaan domba yang hilang:  Dia tahu bahwa dia hilang, namun, dia tidak tahu cara untuk kembali ke kandang.  Dibutuhkan seorang gembala untuk mencari, kemudian membawa dia pulang.  Pada waktu dia mengetahui domba itu mengetahui gembalanya menemukan dia, dia sangat senang, dan bersedia untuk dituntun gembalanya ke kandang. Perumpamaan ini mewakili kelompok pertama dari manusia yang hilang.

Perumpamaan dirham yang hilang:  Dia tidak tahu bahwa dia hilang, dan dia tidak tahu untuk kembali.  Untuk mencari dirham ini, diperlukan kecermatan untuk mencari dirham ini, ay. 8.  Sebagaimana domba yang hilang, dibutuhkan seseorang yang harus mencarinya.  Perumpamaan ini menggambarkan kelompok kedua yang hilang.

Perumpamaan anak yang hilang:  Dia tahu dia hilang, dan dia tahu cara untuk kembali.  Proses kembalinya ini yang menjadi inti pelajaran kita pekan ini.

Perumpamaan ini diawali dengan cerita dua orang bersaudara yang tinggal di rumah yang sama.  Mereka menikmati semua yang ada dalam keluarga mereka.  Namun, ada dua karakter yang berbeda dari kedua anak ini.  Hal ini mengingatkan kita kepada Kain dan Habel, juga Yakub dan Esau.  Mereka hidup dalam lingkungan yang sama, namun memiliki karakter yang berbeda. 

Hal apa yang ingin diajarkan Allah di sini?  Itu adalah kuasa memilih.  Dua kakak beradik ini mewakili seluruh makhluk ciptaan.  Setan sebagaimana malaikat lain, menikmati suasana Sorga, namun mereka diberikan kebebasan memilih.  Adam dan Hawa demikian juga.  Tidak lepas dari keadaan kita, kita semua hidup dalam dunia yang penuh dosa dan akibatnya, namun, sebagaimana anak yang hilang ini, suasana bukanlah berarti menentukan siapa kita.  Itu tergantung pada pilihan kita.  Allah menciptakan manusia dengan berkat yang diperoleh jika menurut.  Allah tahu, penurutan pada akhirnya akan membawa kebahagian dan ketidakpenurutan kepada Allah akan membawa kehancuran.  Namun, Allah tidak memaksa manusia untuk menurut.

Dalam cerita anak yang hilang ini, apa kira-kira yang melatarbelakangi anak ini meninggalkan rumah?  Untuk menjawab pertanyaan ini, kita coba tanyakan beberapa pertanyaan:

·      Apa tujuan anak ini?  Kelihatannya dia ingin menikmati kehidupan dengan caranya, ay. 13,14.
·      Apa pekerjaan ayahnya?  Jika dilihat dari pekerjaan yang sulung, kelihatannya bapanya adalah seorang petani.

Perhatikan, bapa ini adalah seorang yang kaya dan bijaksana karena dia punya banyak pegawai dan harta, ay. 12.  Dibutuhkan pengetahuan untuk mengatur para karyawan.  Namun, bapanya memilih pekerjaan pertanian.  Apa sebenarnya yang ada dipikiran ayahnya?  Perhatikan ayat 14, di sana terjadi bencana kelaparan, namun tidak demikian di rumah ayahnya.  Hal ini mengingatkan kita akan cerita Yusuf.  Pada waktu seluruh negeri terjadi kelaparan, negeri yang dipimpin Yusuf tidak kelaparan.  Jadi, dari sini kita bias mengambil kesimpulan bahwa, sepertinya, ayahnya sudah memprediksi bahwa aka nada bahaya kelaparan, karena dia orang yang bijaksana.  Itu sebabnya, ayahnya sengaja memilih bidang pertanian, karena ayahnya tahu bahwa dengan cara ini, dia dapat mempertahankan kebahagian keluargannya dan bahkan orang-orangnya kalau terjadi kelaparan.

Namun, anaknya tidak mau menerima pekerjaan itu.  Dia inginkan satu pekerjaan yang lain.  Dia tidak percaya dengan pekerjaan bapanya.  Dia tidak percaya dengan kebijaksanaan bapanya.  Dia mulai merasa bosan dengan kehidupan yang ditetapkan bapanya yang bijaksana itu.  Keinginan timbul dalam hatinya, “saya harus meninggalkan kehidupan ini.  Ini bukan kehidupan yang saya inginkan.   Masih ada kehidupan yang lebih baik daripada ini”, demikianlah anaknya berpikir.  Tanpa dia sadari, dia sedang memilih kehidupan yang akan mendatangkan maut kepada dirinya jika dia tidak sadari. 
Demikian juga dengan kita, Allah mengetahui bahwa, peraturan-peraturan dalam firman-Nya adalah untuk kebahagian kita.  Namun, kita mulai memikirkan untuk memperoleh kebahagiaan menurut cara kita.   Anak sulung itu, pada dasarnya, pilihan-pilihan kita yang tidak sesuai dengan firman Allah, sekecil apapun pelanggaran itu, itu akan membawa kepada maut, jika kita tidak bertobat.

Bisa dibayangkan, bapanya sedih pada waktu dia melihat anaknya mau meninggalkan rumah.  Bapanya sedih, karena dia tahu apa yang akan dialami anaknya, itu adalah kehancuran hidupnya.  Namun, bapanya menghormati hak memilih anak ini.  Apa yang terjadi kemudian?  Anak ini puas dengan kehidupan seperti yang dia sudah rancangkan.  Dia sangat bergembira dengan pencapaian-pencapaiannya.  Sepertinya dialah manusia yang paling berbahagia di dunia ini pada waktu itu.  Impiannya terkabulkan.  Namun, apa yang terjadi sesudahnya?  Uangnya habis, bukan hanya itu, diikuti oleh bencana kelaparan, belum cukup, kini dia harus bekerja di kandang babi, namun masih ada lagi yang lebih hina, dia harus berebutan makanan dengan babi, dan sialnya, dia tidak memperolehnya.  Pakaiannya kotor dan berbau kandang babi.  Sepertinya, tidak ada yang lebih buruk dari keadaan anak bungsu ini.

Demikian jugalah hasil yang diperoleh oleh orang yang melanggar perintah Tuhan.  Tidak ada yang lebih buruk dari pada itu.  Pelanggaran kepada perintah Tuhan pada dasarnya adalah pilihan yang terburuk yang diambil oleh manusia.

Namun, ada satu hal yang terjadi pada anak ini.  Dia memulai langkah awal dalam pertobatannya yaitu, dia menyadari keadaannya yang begitu buruk itu.  Namun, satu hal yang menarik dari hal ini adalah, hal yang membuat anak ini menyadari keburukannya.  Hal itu adalah penderitaan yang begitu hebat.  Dengan penderitaan yang begitu hebat, dengan sendirinya memaksa anak itu untuk menyadari keadaannya yang berdosa.  Suatu pelajaran yang menarik mengenai penderitaan.  Penderitaan adalah cara Tuhan untuk memanggil manusia berdosa menyadari dosanya dan memanggilnya untuk kembali kepada Tuhan.  Ikuti panggilan itu.  Jangan meninggalkan Tuhan dalam penderitaan.

Anak itu berpikir bahwa dia harus kembali agar dia bisa menyelamatkan hidupnya.  Tidak ada pemikiran yang lebih penting dari ini, dan dia harus melakukannya.  Tanpa kembali, dia akan mati dengan sangat hina, mati dikandang babi.  Demikian juga dengan kita, kita harus kembali kepada Tuhan dalam doa dan kembali melihat firman-Nya, membacanya, merenungkannya, menyelidikinya.  Jika kita tidak kembali, kita akan mati dengan cara mengerikan, mati bersama ular tua dalam hukuman terakhir.

Pada waktu dia datang kepada bapanya,  kata pertama yang dia ucapkan adalah:  “Bapa, aku telah berdosa”, ay. 21.  Suatu hal yang sangat dirindukan Tuhan adalah kesadaran akan diri kita dan kemudian mengakuinya di hadapan Bapa di Sorga.  Akui keberadaan keberdosaan kita.  Pengakuan anak ini terjadi sebelum dia datang kepada bapanya, ay. 17,18.  Dia telah mengakuinya dalam hatinya, setelah dia berhadapan dengan bapanya, dia mengucapkan pengakuan itu dengan bibirnya.  Bukankah ini suatu hal yang kita perlu lakukan juga untuk memperoleh keselamatan itu?

Mungkin hal ini bisa menjadi suatu amaran bagi kita.  Kita semua adalah manusia yang sering jatuh.  Kita tidak membenarkan untuk melakukan dosa dengan alamiah manusia seperti ini.  Namun, ada satu pelajaran yang perlu ditekankan adalah:  pada waktu kita melakukan dosa, berapa sering kita merasa aman-aman saja?  Kita tidak datang dengan penuh penyesalan dan pengakuan?  Bahkan tidak sering, kita merasa diri benar di hadapan Tuhan.  Kita merasa diri rohaniawan di hadapan Tuhan.  Bukankah pelajaran pekan lalu mengingatkan kita, orang yang memegang jabatan paling sucipun di seluruh dunia, tabiat yang dilambangkan dengan jubah, adalah kotor jika berhadapan dengan Tuhan, apalagi kita?

Jika kita merasa diri benar, kitalah orang Farisi itu.  Orang Farisi datang kepada Tuhan dengan tidak memiliki perasaan sebagai orang berdosa.  Apalagi penyesalan?  Itu tidak ada dalam dirinya.  Malahan, yang lebih parah, dia membenarkan dirinya di hadapan Tuhan.  Apa firman Tuhan kepadanya?  Tindakan orang Farisi itu tidak membuat dia tidak dibenarkan.  Dia dipersalahkan oleh Tuhan, Luk. 18:11-14.  Tidak ada yang lebih membahayakan jiwa kita di depan pengadilan selain dipersalahkan oleh Tuhan!

Sekarang, mari kita melihat dari sisi bapanya.  Perhatikan ayat 20.  “Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya”.  Yang menjadi bahan pemikiran dan pertanyaan, bukankah anaknya yang mencari bapanya?  Kenapa bapanya yang pertama melihat anak ini, bukan anak ini yang pertama melihat bapanya?  Dari kenyataan ini, kita dapat melihat suasana hati bapa ini.  Kelihatannya, ayahnya begitu merindukan anaknya kembali sehingga ia selalu menunggu kedatangan anaknya itu di depan rumahnya.  Apalagi saat itu terjadi bencana kelaparan.  Sepertinya, ayahnya tahu bahwa anaknya itu ditimpa bencana kelaparan, dan sangat berharap anaknya itu pulang supaya dia selamat dari bencana kelaparan itu.  Apa yang bapa ini lakukan?  Dia terus menanti dengan penuh kesabaran setiap saat, teristimewa pada waktu bencana itu, bapa menunggu dengan sangat rindu melihat anaknya kembali kepada bapanya supaya diselamatkan. 

Bukankah ini suatu gambaran yang sangat tepat tentang Bapa kita di Sorga?  Dia begitu merindukan orang yang berdosa itu kembali kepada-Nya.  Jika kita sudah melakukan pelanggaran, apalagi pelanggaran itu menghasilkan penderitaan dalam hidup kita.  Ketahuilah, Bapa dengan sangat rindu menantikan kita untuk pulang.

Ketika anak ini bertemu dengan bapanya, hal pertama yang dilakukan oleh bapanya adalah memeluk anak itu.  Dengan demikian, terjadilah pemulihan itu.  Hubungan yang dirusak oleh dosa itu, pada waktu Yesus mati, memberikan jaminan dan harapan untuk bisa kembali disatukan.  Namun, persatuan yang sempurna itu terjadi ketika manusia mengambil keputusan untuk kembali kepada Tuhan dengan penuh penyesalan akan dosa-dosanya.  Ingatlah hal ini, bapa itu memeluk anak itu bukan pada saat dia dipakaikan jubah baru, tapi pada saat dia datang kepada bapanya.  Bukankah ini suatu kabar gembira bagi kita?  Hubungan yang retak di taman Eden itu kembali menjadi milik kita dengan sempurna pada saat kita kembali kepada Tuhan.  Tindakan untuk datang kepada Tuhan adalah tindakan yang menentukan keselamatan kita.

Sesudah itu, bapa memerintahkan untuk memberikan jubah yang baru kepada anak ini.  Tanpa keputusan dari anak ini untuk kembali, dia tidak akan memperoleh jubah pesta itu.  Betapa pentingnya untuk datang kepada bapanya dalam cerita anak ini.  Demikian juga dengan kita, apabila kita datang dengan penuh penyesalan akan dosa, kita akan dibenarkan.  Suatu tindakan yang dilambangkan dengan pemberian jubah.
Pada waktu anak ini berada di kandang babi dan sebelum dia bertemu dengan bapanya, dia mengingat dosa-dosanya, dan itu membuatnya sedih.  Namun, setelah dia bertemu dengan bapanya, dia kini bersukacita, ay. 24, sebagai tanda dia tidak mengingat lagi dosa-dosanya.

Ini merupakan suatu pelajaran yang sangat berharga bagi kita.  Sebelum kita datang meminta pengampunan kepada Tuhan, ingatlah akan dosa-dosa kita.  Namun, sesudah kita datang kepada Tuhan, meminta pengampunan-Nya, janganlah mengingat lagi akan dosa-dosa kita.  Itu akan merusak suasana sukacita.  Pada waktu kita sudah datang dengan penuh penyesalan, kita mengaku, tapi kita tetap mengingat-ingat dosa kita, kita berdosa.  Mengapa?  Karena itu merupakan suatu tanda kita tidak percaya kepada Allah.  Kita tidak percaya akan kuasa pengampunan Allah.  Kita mendengarkan suara Setan yang menuduh kita dan memaksa kita untuk tetap mengingat dosa-dosa yang kita sudah akui di hadapan Tuhan.  Apabila kita sudah melalukannya, akuilah itu dihadapan Allah dan percayalah akan kuasa pengampunan-Nya yang sanggup menyelamatakan dari dosa yang paling buruk sekalipun.  Bersukacitalah karena hal itu.

Suatu pertanyaan terakhir, kenapa bapanya mengadakan pesta?  Karena anak yang hilang itu pulang.  Perhatikan hal ini.  Tindakan anak ini untuk pulang ke rumah membuat sukacita seluruh hamba-hamba dari bapanya.  Suatu gambaran yang tepat tentang sukacita Sorga.  Adalah sukacita yang besar di Sorga apabila kita, orang-orang yang berdosa, datang kepada Bapa dengan penuh penyesalan akan dosa-dosa kita dan memohon pengampunan-Nya.