Selamat Sabat! Ingin sharing sedikit. Tadi siang, sementara istirahat, saya coba melanjutkan membaca buku Wahyu, melanjutkan dari pasal 14 dan seterusnya. Setiba di pasal 16, saya terhenti sejenak dan coba merenungkan apa artinya. Sini saya bagikan, sebagai renungan bagi kita semua.
Pada waktu 7 kutuk terakhir di curahkan, manusia yang “memakai tanda dari binatang itu dan yang menyembah patungnya” akan menerimanya, ay. 2. Masih sedikit samar-samar siapa mereka ini. Namun, mari kita coba melihat sedikit lebih jelas tentang siapa mereka ini menurut terang Wahyu 16.
Perhatikan, respons mereka yang menerima 7 kutuk itu.
Ayat 9: “dan mereka menghujat nama Allah yang berkuasa atas malapetaka-malapetaka itu”
Ayat 11: “dan mereka menghujat Allah yang di sorga karena kesakitan dan karena bisul mereka”
Mereka yang menerima 7 malapetaka ini adalah mereka yang terbiasa menghujat Allah. Mereka mempersalahkan Allah atas malapetaka yang mereka derita. Hal ini menunjukkan siapa diri mereka sebelum malapetaka-malapetaka ini terjadi: orang-orang yang terbiasa mempersalahkan Allah atas penderitaan selama mereka hidup di dunia yang penuh dosa dan penderitaan ini.
Jika Anda melihat tentang hal-hal ini: malapetaka-malapetaka, kesakitan, bisul, dan menghujat nama Allah, kisah dalam Alkitab yang Anda ingat? Ayub bukan! Ya, Ayub. Dia menderita banyak malapetaka: lembu, sapi, keledainya dirampas, para pekerjanya dibunuh (mungkin dia harus bayar asuransi untuk mereka?), api dari langit membakar kambing domba dan penjaganya, untanya dirampas, anak-anak lelaki dan perempuannya ditimpa badai dan mati, istrinya menekan dia, dan dia sendiri kena bisul.
Pada waktu dia mengalami ini semua, istrinya berkata kepadanya: “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!” Jawab Ayub: “Engkau berbicara seperti perempuan gila!”, Ayub 9:9,10. Kita lihat, ada dua respons Ayub: Dia tetap mempertahankan kesalehannya dan dia tidak mau mengutuki Allahnya. Bahkan, Ayub berkata: “Though he slay me, yet will I trust in him” (Meskipun Dia [Tuhan] membunuh aku, aku tetap percaya kepada-Nya) Ayub 13:15 KJV. Suatu iman yang sangat kuat yang dimiliki oleh Ayub. Dia tidak mempersalahkan Allah, dia mempertahankan kesalehannya, dan dia tetap percaya kepada Allah, sekalipun Allah yang membunuh dia. Inilah iman itu, iman yang tidak goyah oleh badai pencobaan.
Di akhir zaman, zaman di mana kita hidup, iman seperti Ayub harus ada kepada mereka yang menyebut dirinya umat Tuhan, iman itu harus ada pada mereka yang mau bertahan sampai kesudahan, iman itu harus ada kepada mereka yang mau selamat iman yang: mempertahankan kesalehan, tidak mempersalahkan Allah, dan tetap percaya kepada Allah di tengah badai yang paling besar sekalipun. Renungkan, berapa kali kita kehilangan kesalehan kita di waktu pencobaan yang kecil-kecil. Bagaimana dengan hal yang lain?
Tidak heran, sehubungan dengan akhir zaman, Yakobus mengingatkan: “Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum.” Mengapa? “Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu (Kedatangan Yesus sudah dekat)…. kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub…” Dengan kata lain, di akhir zaman, menjelang kedatangan Yesus, kita harus memiliki iman yang seperti Ayub.
Ingatlah hal ini, pada waktu 7 kutuk dicurahkan, manusia yang suka mempersalahkan Allah akan menderita dengan sangat. Namun, ingatlah, ada satu kelompok juga yang akan menderita di masa itu, bahkan lebih menderita lagi. Mereka adalah kelompok 144.000. Alkitab mencatat, pada saat yang bersamaan dengan 7 kutuk yang diterima oleh penghujat, mereka yang setia ini akan mengalami “siksaan yang dahsyat seperti yang belum pernah terjadi sejak awal dunia sampai sekarang dan yang tidak akan terjadi lagi.” Mat. 24:21.
Jadi, di masa itu ada dua kelompok yang akan melewati masa kesukaran. Namun, yang akan membedakan mereka adalah ucapan bibir mereka. Kelompok yang satu menghujat Allah, kelompok yang satu berharap dan beriman kepada Allah. Mereka tidak menghujat Allah atas malapetaka besar yang mereka alami. Pada masa itu, mereka akan diserahkan, disiksa, dibenci, namun, tidak ada kalimat kutukan keluar dari bibir mereka. Mengapa? Hal itu sudah menjadi kehidupan mereka sebelum masa kesukaran itu tiba.
Menjadi renungan bagi kita semua. Pada waktu kita menghadapi pencobaan, penderitaan, kesakitan, apa respons kita? Apakah kita tetap mempertahankan kesalehan dan tetap percaya kepada Allah? Atau kita mulai mencari kambing hitam, mulai menyalahkan Allah? Renungkan saudaraku, respons kita saat ini, akan menentukan di kelompok mana kita berada pada waktu masa kesukaran itu. Kelompok yang akan melewati masa kesukaran Yakub atau kelompok yang akan menerima 7 kutuk? Berdoalah, berusahalah, supaya kita memiliki iman yang dimiliki oleh Ayub. Amin.